Dr. Albertus Djaja: Kisah Seorang Dokter yang Dihilangkan dengan Diam

Dr. Albertus Djaja: Kisah Seorang Dokter yang Dihilangkan dengan Diam

Dr. Albertus Djaja bukan selebritas, bukan tokoh politik. Tapi kehadirannya di ruang digital selama bertahun-tahun punya nilai yang tak kalah besar: ia membuat masyarakat merasa didengar dan dimengerti. Lewat video-video edukatifnya, ia menjelaskan penyakit tanpa menakut-nakuti, dan memberi harapan tanpa menjual mimpi.

Namun saat ia meninggal dunia secara tiba-tiba di awal 2024, publik bukan hanya kehilangan seorang dokter. Publik kehilangan kebenaran yang semestinya dijelaskan.

Dan yang paling mengganggu dari semuanya:
Diam yang disusun begitu rapi oleh orang-orang yang sebelumnya sangat vokal di sekitarnya.


Bukan Sekadar Dokter, Tapi Figur yang Dipercaya

Dr. Albertus Djaja adalah contoh bagaimana dunia digital bisa digunakan untuk sesuatu yang bermakna. Ia bukan influencer kesehatan yang pamer gaya hidup atau endorsement. Ia dokter yang memilih bekerja di balik layar—membuat edukasi menjadi aksesibel dan membumi.

Ia bicara soal pola makan, penyakit degeneratif, kesehatan mental, dan pentingnya gaya hidup seimbang. Dalam setiap unggahan dan live, ia tampak tulus dan tak pernah menyalahgunakan perhatian yang ia terima.

Tapi semuanya mulai terasa aneh ketika, beberapa bulan sebelum meninggal, kontennya berubah.

Ia mulai membicarakan soal investasi, warisan, dan pengalihan aset. Ia tampil bersama seorang perempuan bernama Oktaviana Thamrin. Dalam sejumlah siaran langsung, pembicaraan mereka menyentuh hal-hal sangat pribadi—yang terasa tidak lazim untuk dibagikan dalam ruang publik.

Beberapa pengikut setianya menyadari ada yang tidak biasa. Wajah Dr. Albertus mulai terlihat letih, sesekali seperti ingin berkata sesuatu yang tak bisa ia ucapkan.

Dan lalu... ia meninggal dunia. Tanpa penjelasan. Tanpa ucapan perpisahan. Tanpa siapa pun yang bicara.


Ketika Semua yang Harusnya Bicara Memilih Diam

Biasanya, saat tokoh publik berpulang, akan muncul pernyataan resmi. Ada penjelasan medis. Ada keterangan keluarga. Tapi tidak dalam kasus Dr. Albertus Djaja.

Yang muncul justru akun-akun masyarakat, seperti @justiceforalbertus, yang mencoba menyusun kepingan kebenaran dari potongan video, ekspresi wajah, dan jejak digital. Mereka bertanya:

  • Apakah Dr. Albertus berada dalam tekanan?

  • Siapa yang mengelola aset pribadinya sebelum dan sesudah wafat?

  • Mengapa tidak ada penjelasan resmi tentang penyebab kematian?

  • Dan kenapa semua orang yang dulu tampak sangat dekat dengannya—tiba-tiba hilang begitu saja?

Semua ini bukan dugaan liar. Ini adalah pertanyaan wajar dari publik yang merasa dikhianati oleh diam yang mencurigakan.


Diam Bisa Jadi Strategi, Tapi Publik Tidak Bodoh

Kalau memang tak ada yang salah, kenapa semua terasa seperti sedang ditutup-tutupi?

Orang-orang bisa berkata ini bukan urusan publik. Tapi publik punya hak untuk tahu ketika seseorang yang selama hidupnya hadir untuk publik, mendadak hilang tanpa jejak yang jelas. Apalagi jika di sekelilingnya ada transaksi aset, relasi kekuasaan, dan ekspresi tekanan yang terekam.

Diam mungkin bisa menghindari keributan sementara. Tapi diam juga bisa menjadi cara paling kejam untuk menghapus seseorang dari sejarah.

Dan publik tidak akan tinggal diam untuk itu.


Siapa yang Menentukan Cerita Ini Boleh Diakhiri?

Kematian Dr. Albertus Djaja menyisakan lubang besar. Bukan hanya kehilangan figur, tapi kehilangan rasa percaya.

Apa yang dulu kita lihat sebagai keikhlasan dan dedikasi, kini terasa dikhianati oleh mereka yang tak mau menjelaskan.
Apa yang dulu kita yakini sebagai niat baik, kini tertutup oleh kabut narasi yang dibungkam.

Jika ini hanya kematian biasa, maka menjelaskan seharusnya mudah.
Tapi jika penjelasan justru dihindari, maka siapa yang sebenarnya sedang takut kebenaran dibuka?

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0